Kamis, 21 Juli 2011

PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. AHMAD DAHLAN

KH. Ahmad Dahlan
            Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1868 dan meninggal tanggal 25 Pebruari 1923. ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
            Semenjak kecilDahlan di asuh dan dididik sebagai putra kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, megaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama seperti ilmu fiqh, ilmu nahwu, dan sebagainya kepada ulama besar waktu itu. Dengan data ini, tak heran dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai ilmu disiplin ilmu keislaman.
1.          Setting Sosial Sosial Ahmad Dahlan
        Hampir seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keperhatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan, kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semain di perparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Secara umum, ide-ide pembahuruan Dahlan dapat diklasifikasi kepada dua dimensi, yaitu : pertma, berupaya memurnikan ajaran Islam dari tahayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam aqidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaringan pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
2.          Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan
        Menurut Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berfikir yang statis menuju yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya di didik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam memeta dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Qur’an dan hadits, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara konprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasana ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun secara horizontal (makhluk). Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bai peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vartikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaan.
        Islam menekankan kepada umatnya untuk mendayagunakan semua kemampuan yang ada pada dirinya dalam rangka memahami fenomena alam semesta. Meskipun dalam Al-Qur’an senantiasa menekankan pentingnya menggunakan akal, akan tetapi Al-Qur’an juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal, ada realitas fenomena yang tidak dapat dijangkau oleh indera dan akal manusia.
        Batasan diatas memberi arti, bahwa dalam epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengetahuan kesemua dimensi tersebut.
        Dahlan mencoba menggugat praktek pendidikan Islam pada masanya. Pada waktu itu, pelaksanaan pendidikan hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi individu maupun sosial yang telah menjadi model baku dalam masyarakat. Pendidikan tidak memberi kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa. Kondisi yang demikian menyebabkan pelaksanaan pendidikan berjalan searah dan tidak bersifat dialogis. Padahal, menurut Dahlan, pengembangan daya kritis, sikap dialogis,  menghargai potensi akal, merupakan cara strategis bagi peserta didik mencapai pengetahuan tertinggi. Dari batasan ini terlihat bahwa Dahlan ingin melakukan visi dasar bagi reformasi pendidikan Islam melalui penggabungan sistem pendidikan modern dan tradisional secara harminis dan integral.
        Menurut Dahlan pendidkan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ’alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalh ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ’abd maupun khalifah fi al-ardh. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya mengkomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umu maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas  dan memperkokoh spritualitas peserta didik. Menurut Dahlan, upaya ini akan terealitas manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan yang demikian pada giliranya akan mampu menghasilkan alumni ”intelektual ulama” yang berkualitas. Untuk menciptakan sosok peserta didik yang demikian, maka epistemologi Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dlam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.
        Menurut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran al-Qur’an dan hadits, membaca, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Berpijak pada pandangan diatas, sesungguhnya Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan Islam secar modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan pserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu pendidikan Islam perlu membuka diri. Untuk mewujudkan ide pembaharuan dibidang pendidikan, Dahlan merasa perlu mendidikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pendidikan modern. Apa yang dilakukan merupakan sesuatu yang masih cukup langka dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada waktu itu. Disini ia menggabungkan sistem pendidikan belanda dengan sistem pendidikan tradisional secara integral.
        Komitmen Dahlan terhadap pendidikan agama demikian kuat. Oleh karean itu, di anatara faktor utama yang mendorongnya masuk organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1909 adalah untuk mendapatkan peluang memberikan pengajaran agama kepada anggotanya. Strategi yang ditempuhnya dimaksudkan untuk membuka kesempatan memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah. Pendekatan ini dilakukan karean para anggota organisasi Boedi Oetomo umumnya bekerja di sekolah dan kantor pemerintah waktu itu. Komitmennya terhadap pendidikan agama selanjutnya menjadi salah satu ciri khas organisasi yang didirikan pada tahun 1912, yaitu organisasi Muhammadiyah.
        Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebagnkitan pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaharuannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkungan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.
        Arus dinamika pembaharuab terus mengalir dan bergerak menuju kepada barbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisis yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Dahlan dapat diletakkan untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih propesional.

Di kutip dari : buku ” Filsafat Pendidikan Islam” Prof. DR. H. Ramayulis & DR. Samsul Nizar, MA, 2009. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar